Photobucket - Video and Image Hosting
Thursday, November 30, 2006

Saya punya talenta cenayang ?

Mata perempuan Filipina itu setengah marah. Mencoba peruntungannya, ia kembali lagi meyakinkan saya dengan bilang , " dewi, i know your secret!". Saya tau matanya ingin membelalak galak. Tapi urung dilakukannya juga.

" That's good, then...", jawab saya dengan mimik tak perduli. Sejujurnya saya perduli,
tapi saya yakin bahwa rahasia yang dimaksudkannya bukanlah rahasia dalam perspektif
saya. Saya tak merasa perlu gentar dengan apapun. Papa saya bilang, modal hidupnya cuma satu : jujur. Dengan jujur dia bisa punya karir bagus hingga menjadi general manager HRD di sebuah perusahaan mobil ternama di akhir hayatnya. Dengan jujur, papa bisa menikah dengan mama dan membangun sebuah keluarga yang sakinah. Dengan jujur, papa mendapatkan hidayah luar biasa dalam perjalanannya ke tanah suci 15 tahun lalu. Dengan jujur, papa selalu bisa keluar dari segala macam masalah. Maka, saya tak ragu untuk mengambil prinsip yang sama dalam hidup: jujur. Jadi saya ngga merasa takut sama sekali dengan kata "secret' yang diancamkan perempuan itu pada saya. Tak ada rahasia semacam itu buat saya. Kalaupun saya melakukan kesalahan, saya akan akui sebagai kesalahan tanpa berusaha untuk menutupinya.

Semalam itu saya hanya berkata jujur, ketika perempuan Filipina itu bertanya tentang mengapa saya diam. Saya katakan: " nothing, i am just wondering..". Ketika dia meminta saya menjelaskan lebih jauh, saya tak merasa harus menjelaskan apapun. Dan lagi-lagi itu jujur. Tapi perempuan itu jadi belingsatan sendiri.

Perempuan Filipina itu memang bertingkah aneh 2 minggu belakangan ini. Bahkan sebagian kolega saya yakin dia sudah sinting. Sebagian menduga obat 'lupus' yang diminumnya menginfeksi pikirannya demikian dalam. Saya ? lagi-lagi jujur, saya ngga tau. Yang saya tau perempuan itu arrogan. Dengan ke-aroganannya, Perempuan itu menyakiti hati saya beberapa kali jauh sebelum ia berubah menjadi 'sinting'.

Puncak sakit hati saya adalah saat ia meminta saya berjanji untuk lebih memperhatikan orang2 miskin, orang2 terlantar, orang2 kecil dan sebangsanya. Shit !!! Kalau bukan karena idealisme saya demikian melekat, saya pasti sudah sangat senang bekerja di tempat saya bekerja sekarang ini.

Tapi saya tau, perempuan itu bukan sekedar arogan, perempuan itu juga baru 'melek' dunia. Perkenalannya dengan seorang pentolan komunis filipina yang bermigrasi ke belanda, agaknya berpengaruh pula pada tingkat arogansinya. Saya katakan pada diri sendiri, saya harus mahfum. Karena mungkin saya sama berapi-api dan sama noraknya di tahun 1997, saat pertama kali mengenal dekat ideologi komunis.

Karena mahfum itu pulalah, maka semalam saya mencoba mengajaknya bicara. Jujur pada perasaannya sendiri. Saya tahu perempuan itu tengah tertekan. Tapi arogansinya membuatnya tak jujur, malu mengakui kondisinya yang tertekan. Saya sebetulnya tak melakukan apapun. Saya hanya melakukan tes psikologi terbalik. Sebetulnya saya sudah lama tak melakukannya, semenjak saya tak lagi punya waktu banyak untuk mendengarkan curhatan orang lain. Tapi semalam saya coba lagi, dan berhasil.

Perempuan itu gundah. Dia menyangka saya bisa membaca pikiran, lebih parah dia bilang saya bisa melihat orang mati !!! Busyet, kalo ini mah saya juga takut! Sumpah saya ngga baca pikirannya...tapi saya tau apa yang ada dipikirannya. Naah..di tahap ini saya jadi khawatir, apa bener ya,saya bisa baca pikiran orang ?

Beberapa para normal yang saya temui saat liputan memang pernah bilang, saya diberi anugerah kemampuan indera keenam. Tapi itu semua sangat tergantung dari saya, apakah saya mau mengasahnya atau tidak. Dan saya ngga pernah mau.

Tapi sepanjang pengetahuan saya, saya memang jarang meleset menerka perasaan orang. Seperti apa yang saya lakukan pada perempuan filipina itu semalam. Akibatnya dia yakin benar, bahwa saya bisa baca pikiran orang. Sekarang jadi saya yang mikir: apa iya ya, kemampuan yang biasanya saya sebut kemampuan membaca psikologis orang itu, jangan2 iternyata kemampuan indera keenam saya ????? Naah lhoo...


Dewi Layla at 6:48 AM



Monday, November 27, 2006

"Room 335: An aprreciation to Andrew Jenks"

Dulu, jauh sebelum saya menjadi jurnalis tivi, saya pernah membaca sebuah profil di halaman belakang KOMPAS. Profil seorang independent Journalist. Hari ini saya teringat kembali.

AndreW jENKS. 22 tahun. Ganteng,muda dan berbakat. Wajahnya mengingatkan saya pada Hugh Grant. Saya terkagum2 dengan film Dokumenter yang dibuatnya, bertajuk " Room 335" (IDFA, 2006).

Saya menangis dan tertawa dalam waktu yang bersamaan. Saya
merasakan takut dan bahagia di detik yang sama. Saya jatuh cinta.
Andrew begitu sempurna mengerti perasaan Billy, Lelaki tua di
sebuah panti Jompo Amerika.Perasaan saya dibawa berayun dengan
sangat ringan, menelusuri 4 bulan masa liburan musim panas Andrew
di panti itu. Maaf, kalau harus saya katakan berulang kali.
Saya jatuh cinta pada Adrew Jenks.

Tiba-tiba saja lampu menyala. Andrew Jenks berada tepat di bawah layar dimana filmnya baru saja dipertontonkan. Saya terkesiap,Lelaki itu ada beberapa meter di hadapan saya. Lelaki itu ada beberapa meter dihadapan saya !!!!

Saya datangi dia. Saya angkat dua jempol saya, saya hanya
bisa berkata : " your movie is so owesome!". Lantas,
Andrew tersenyum dan kami berfoto.

Saya keluar dari City Theatre, Leidseplain, Amsterdam.
Saya teringat lagi dengan cita-cita saya dulu: Independent
Journalist. Saya cemburu. Andrew jenks, pemuda 22 tahun
itu sudah bisa melakukannya. Ia sudah mendapatkan apa yang diingininkannya.

Saya teringat percakapan saya dengan seorang teman dekat
sebelum saya berangkat ke belanda.
" Nit, terlambat ngga mengubah cita-cita di usia 28 tahun?"
" Ngga pernah ada kata terlambat untuk itu. Pertanyaannya
adalah cukup berani ngga lo untuk melakukan perubahan itu ?"

Pertanyaan itu lantas saya lontarkan pada diri saya hari ini.
Mata saya kembali berkaca-kaca. Pada sebuah komunitas yang menghancurkan idealisme dan pencapaian saya. Saya menangis
tanpa air mata. Sakit, hingga hari berjalan begitu kelabu dihadapan saya, meski cuaca belanda kenyataannya tak pernah secerah hari ini.

Thanks to Andrew, to remind me


Dewi Layla at 4:49 AM





It's been awhile, where should we begin?
Feels like forever Within my heart a memory A perfect love that you gave to me Oh, I remember
When you are with me I'm free I'm careless,
I believe
Above all the others
we'll fly This brings tears to my eyes
My Sacrifice
We've seen our share of ups and downs
Oh how quickly life can turn around
In an instantIt feels so good to realize
What's in yourself and within your mind
Let's find peace there
When you are with me I'm freeI'm careless,
I believeAbove all the others we'll flyThis brings tears to my eyesMy Sacrifice
I just want to say hello again
I just want to say hello again
When you are with me I'm freeI'm careless, I believe
Above all the others we'll flyThis brings tears to my eyes
Cause when you are with me I am freeI'm careless,
I believeAbove all the others we'll fly
This brings tears to my eyes
My Sacrifice,
My Sacrifice
I just want to say hello again
I just want to say hello again
My Sacrifice.


Dewi Layla at 4:30 AM



Friday, November 24, 2006

Very old old friend...

Punya temen baek yang udah lama ga ketemu ga ? Gue punya. Namanya Erik. Udah hampir 6 tahun ini kita ga ketemu. Dan insyaallah kita bakalan ketemu minggu depan. Jauh2 dari Frankfurt ke amsterdam, nabungin uang, waaah....gue ga sabar nunggu minggu depan.

Kalo ada uang sisa, rencananya mau jalan2 ke Rotterdam, makan, liat swan bridge terus pulang. Cihuy...!!!!


Dewi Layla at 12:54 PM



Tuesday, November 21, 2006

BERTEPUK SEBELAH TANGAN

Kulihat kalender. Rupanya hari mulai bergulir ke akhir november. Seperti tercekat rasanya, hatiku terbagi dua. Antara bahagia dan sendu. Tentu aku bahagia, mengingat rupa suami tercinta, 2 saudara perempuan, mama dan makanan indonesia. Lantas aku teringat sebuah tempat yang biasa kami sebut lantai 3. Hatiku seketika saja senyap.
Begini rasanya cinta bertepuk sebelah tangan. Padahal ketika dulu memilih profesi wartawan aku punya alasan kuat. Sepenuh hati dan segenap jiwa. Tidak seperti kebanyakan teman2ku yang kebanyakan bilang karena 'kecebur'. Begitulah, maka tak heran kalau aku menaruh serius pada profesi ini. Bukan sekedar wahana mencari rejeki, tapi lebih sebagai panggilan jiwa.
Karenanya, hampir 4 tahun aku berkiprah lantai 3 ini, aku merasa prestasi terbaiklah yang selalu aku berikan. Beberapa kali aku mencoretkan jua decak kagum. Pasti ini bukan ponten subjektif belaka. Evaluasi tahunan yang selalu disampaikan para bos2 pun menunjukkan kalau mereka puas atas kerjaku. Teman2 dan para kolega baru tak jarang mengalamatkan pertanyaan seputar pekerjaan padaku. Tentu ini juga dilakukan bukan tanpa alasan.
Waktu, tenaga, pikiran sepertinya sudah aku berikan sepenuh hati untuk lantai ini. Aku ngga pernah mengeluh soal gaji rendah atau tunjangan yang sangat terbatas. Ya, sesekali aku memang berkoar2 jika hakku yang sudah sangat terbatas itu, dicurangi. Tapi aku bukan pengeluh gaji. Alasannya jelas, aku bekerja dengan cinta. Aku mencintai pekerjaan dan tempat kerja saya.
Tapi, Ternyata hanya saya yang mencintai lantai 3. Lantai 3 tak cinta pada saya. Saya seperti hilang dari pandangan. Saya seperti tak terlihat di permukaan. Apakah yang sudah saya kerjakan tak pantas dihargai dengan lebih baik. Tidak dengan gaji tentunya,karena saya bukan pemuja uang.
Lihat saja, hampir 4 tahun saya berkarya untuk lantai ini. Beberapa program yang saya berada didalamnya bahkan lantas menjadi program2 andalan dan stripping. Dan paling tidak saya berada 2 periode di program2 itu. Tentu itu semua bukan karena saya seorang, tapi saya tau (tanyakan pada yang lain, saya yakin mereka juga setuju) saya juga punya kontribusi besar disana. Maaf, bukan bermaksud takabur. Saya hanya mencoba memaparkan fakta yang ada. Sebut saja, jelang siang, kejamnya dunia dan surat sahabat.
Tapi lihat, apa yang saya dapatkan. Mereka bahkan tidak perduli dengan keinginan dan cita cita saya. Saya ngga pernah ditempatkan di program2 yang saya suka, yang membangun jiwa jurnalis saya. Lihat juga saya dan teman2 seangkatan saya. Hitungan matematika saya dan mereka katanya jauh berbeda. Katanya angka akhir saya jauh lebih baik, tapi kenapa mereka berada di posisi yang jauh lebih baik dari saya ?
Ini tentu cinta sebelah tangan. Pertanyaannya, apa salah saya ? mengapa saya tak cukup baik untuk dicintai trans tv ?
Berat rasanya membayangkan kaki ini melangkah ke lantai 3... meski jauh di hati saya, saya tau, cinta masih besar tertinggal disana...


Dewi Layla at 12:14 PM



Friday, November 10, 2006

Marah

Entah bagaimana caranya membujuk rasa ini? Rasa marah yang menghimpit saya beberapa bulan belakangan. Pun, saya katakan berulang kali pada galaunya hati bahwa tak semuanya bersisa dengan tak mengenakkan.

Saya bukan penakut. Saya juga tak selalu menggunakan pertimbangan rumit untuk memutuskan apapun, termasuk hidup. Apa yang jujur lantas ujarkan.Lantas bersiaplah dengan resiko yang akan muncul sesudahnya.

Tapi bukan kali ini. Berat langkah untuk kembali. Berat hati untuk dibujuk. Seakan sulit percaya ada cerah harapan yang akan tergapai. Seolah mereka ada untuk menyakiti saja.


Dewi Layla at 9:00 AM



Wednesday, November 08, 2006



First Ied Fitri kita...

Cihuyy...lebaran tiba!Pagi2 jemput dhank ari di bandara Schipol. Terus mengendap-ngendap masuk hotel Bastion. Hahaha...

Dhank ari mandi lalu kita berangkat ke mesjid di Amsterdam. Disana kita sholat bareng muslim lainnya yang tinggal di Belanda. Mesjid yang kita masuki adalah mesjid orang Indonesia, tapi banyak juga orang turki dan maroko yang shalat disana. Waah, mereka cantik2 dan modis, jadi minder deh...hehehe


Terus ada hidangan lebaran di mesjid. Lucu deh, beda banget sama hidangan lebaran di tanah air. Ada singkong rebus, pisang goreng dan telur dadar. Tapi rasanya saat itu udah mewah banget. Maklum deh, udah lama banget ga ngerasain makanan indonesia.

Abis gitu kita berangkat ke Den Haag. Sebetulnya tadinya mau menyambangi rumah ambasador. Tapi ga jadi ah, males. Timbang cuma nyari lontong doang, mendingan kita jalan2 aja ke Madurodam, pantai scheveningen, binenhof (lagi) dll. Terima kasih untuk lebaran pertama kami yang indah, Tuhan....

"Minal Aidin Wal Faidzin..."


Dewi Layla at 4:01 AM



Friday, November 03, 2006



Where ideologies were separated ....

Tuuuh…saya ikutan nimbrung bikin tanda kalo saya udah mengunjungi tembok berlin.
Huih..kebayang ga sih dulunya. 2 Buah komunitas yang berbeda secara ideologi terpisahkan hanya dengan tembok sekitar 2 meter ini ?????? Didn't they curious what their neighboor
did ? Hiyyy....


Dewi Layla at 11:35 PM






OPA KARL...(marx)

Saya kagum aja sama opa yang satu ini. Soalnya dia bisa bikin teori yang lantas
menjadi salah satu mainstream paling berpengaruh di dunia. Meski cita-citanya tentang masyarakat tanpa kelas sangat utopis, tapi paling ngga opa karl punya tujuan mulia menghilangkan penindasan terhadap rakyat tertindas (baca: kaum buruh).

Udah gitu, kalo ngga ada opa karl mungkin dunia ngga akan serame sekarang.
Ga percaya ? Coba deh pikir, perang dingin antara kapitalis dengan sosialis/ komunis,
atau antara blok timur dengan blok barat, atau antara amerika dan Vietnam, atau
antara korut dan korsel atau bahkan berdirinya tembok berlin, siapa lagi coba biang keladinyanya kalo bukan opa karl ??

Kalo ngga karena teori opa yang sangat menakjubkan itu, mungkin kita hanya akan menyaksikan acting amerika datar-datar aja diatas panggung dunia. Tanpa konflik,
tanpa darah. Mungkin hasilnya jadi antiklimaks. Ngga seru kan???
Aaah…opa karl, senangnya menemukan dirimu di sebuah taman di berlin siang itu.
Sayang, harusnya saya bisa mengunjungi tempat kelahiran atau sekolahnya opa, ya.


Dewi Layla at 11:34 PM





Where Jewish Cry 'till now


Yang paling mengesankan dari perjalanan napak tilas NAZI ini tentu aja Sansenhausen.
Kamp konsentrasi ini letaknya jauh juga dari berlin. Kalo naik kereta stop trein bisa 1 jam setengah, tapi kalo naik kereta intercity sih 30 menitan udah nyampe.

Waah, bener2 disini suasana kekejaman masih terasa banget. Meski banyak bagian2
yang sudah direnovasi dan beberapa bangunan yang mengundang kesan kekejian,
seperti kawat sudah disingkirkan, tapi tetap aja suasana mencekam masa itu mudah didapatkan ketika saya berada disana.

Di kamp ini akhirnya saya melihat dengan mata kepala sendiri watch tower,
kuburan masal, tempat penyiksaan, tempat pembakaran, penjara, barak yahudi,
pos penjagaan dll. Tentu saja ada bagian yang paling menarik hati. Apalagi kalau
bukan barak yahudi. Selain tempat tidur, ada juga kamar mandi, bak mandi dan
seragam tahanan kamp. Waah..pokoknya tak terlupakan. Apalagi Waktu saya
berkunjung langit sedang turun hujan, jadi suasananya bener2 mencekam.
Di bandingin dengan perjalanan2 saya yang sebelumnya, mungkin ini adalah
yang paling berkesan. Gimana engga, udah lama baca buku tentang NAZI dan
baru kali ini saya melihat dengan mata kepala sendiri semua yang udah saya baca itu. Alhamdulillah….


Dewi Layla at 11:31 PM





Where Hitler killed himself

Fuhrer (sebutan untuk Hitler) bunker letaknya ngga jauh dari museum Holocaust.
Kira2 300 ke arah utara. Di bunker ini Hitler dan Gobel (menteri pertahanannya
Nazi) bukan hanya bunuh diri, tapi juga membunuh isteri dan anak2 mereka,
menjelang kekalahan Jerman dari tentara sekutu. Tapi sayangnya diatas bunker ini
sudah berdiri sebuah apartemen mewah. Dan bunker yang letaknya
dibawah tanah ini ngga bisa dimasuki oleh sembarangan orang. Tapi cukup puaslah,
paling ngga saya jadi bisa mengira-ngira dengan lebih pasti dimana Hitler
berada saat tentara rusia dan sekutu mulai mengepung jerman.

Dengan Bis M41 dari fuhrer Bunker, kita bisa jalan menuju museum
Topography of Terror. Disini di paparin cerita dan gambar (lagi2)
tentang para korban nazi. Kalo ngga salah dulunya disini adalah
markasnya SS (tentara Nazi). Gila itu foto2 dan dokumen2 menarik
banget buat diliat dan dibaca. Sayangnya cuaca ngga bersahabat banget.
Di museum out door ini kita harus berhadapan dengan hujan yang turun rintik-rintik.


Dewi Layla at 11:29 PM







One dark path of Jewish


Saya bukan Yahudi, bukan pula simpatisan terhadap ajarannya.
Saya juga tidak pernah menaruh empati terhadap bangsa yang satu ini,
apalagi mengingat konflik antara palestina dan Israel ngga pernah selesai.
Tentu saja,dalam hal ini saya pembela setia hak-hak rakyat palestina,
meski baru baru sebatas dorongan moral saja. Saya subjektif ? pastinya..!
terus kenapa ?

Tapi kalo udah bicara soal nazi dan Yahudi, lain lagi ceritanya.
Kepala dan mulut saya biasanya langsung kompak mengumpat apa saja
tentang kekejaman nazi (baca : Hitler). Itu pula yang terjadi sepanjang
wisata historis saya ke Berlin, di long weekend kemarin.

Begitu sampai di holocaust museum, atmosfer kekejian kembali merasuki
benak saya. Otak saya lantas mengingat sekuat tenaga runtutan cerita
tentang masa keemasan the third reich dibawah Hitler. Maklum,
buku itu saya baca beberapa tahun lalu. Dan saya ngga mau ada
bagian-bagian penting yang harusnya saya saksikan, terlewat begitu saja.

Di ruang bawah tanah museum yang ditujukan untuk para korban NAZI
ini banyak cerita2 dan gambar2 yang mengharukan tentang orang2 yahudi.
Bagian yang paling mengharukan adalah postcard2 dan surat2 yang
dikirimkan oleh para tahanan NAZI kepada orang2 terdekat mereka,
beberapa saat sebelum mereka tewas dibunuh. Ada surat seorang ayah
untuk anak lelakinya, surat seorang suami pada isterinya dan juga surat
seorang anak lelaki 8 tahun pada ayahnya.


Dewi Layla at 11:21 PM



Photobucket - Video and Image Hosting favorit :
alternatif
sejarah
surprises
jalan-jalan
+buyung
+citra
+desan
+dhank Ari
+Nita
+ochan
picis